INTELEGENSI DAN BAKAT
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ilmu Psikologi
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Individu memperoleh kecakapan tertentu bukan karena
kelahirannya semata melainkan karena perkembangan dah pengalaman hidupnya.
Memang ia dianugrahi oleh Tuhan berupa potensi dasar dan kapasitas yang
berbeda-beda untuk berperilaku inteligen. Dari kedua kalimat ini tentunya sudah
jelas bahwa kecakapan itu dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu kecakapan
nyata dan kecakapan potensial.[[1]]
Kecakapan nyata merupakan kecakapan yang
didapat dari kenyataan hidup, baik dari pengalaman hidup sendiri maupun dari
mempelajari pengalaman hidup orang lain. Jadi kecakapan ini dapat diperoleh
individu melalui belajar dan belajar. Hal ini dapat segera didemonstrasikan dan
diuji yang berdasarkan sesuatu, cara, bahan, dan hal tertentu yang pernah
dijalaninya.
Kecakapan potensial adalah suatu kecakapan yang
didapatkannya dari bawaan atau keturunan, yang mungkin bisa berupaI abilitas
dasar umum (general intelligence) dan abilitas dasar khusus dalam bidang
tertentu (bakat, aptitudes).
Lalu setelah kita mengetahui hal tersebut,
tentu sebagai orang yang gragas pastinya masih penasaran apa sih seluk-beluk
intelegensi dan bakat?. Lalu bagaimana pendidikan anak berbakat?. Sementara itu
ada sebuah kebijakan “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”[[2]]
B.
Indentifikasi Masalah
Dalam
pembahasan dan pembelajaran mengenai perkembangan peserta didik kali ini, kami
dituntut untuk membuat makalah dengan tujuan memperdalam pengetahuan mengenai
peserta didik itu sendiri. Di dalam perkembangan peserta didik ada 2 (dua)
judul yang akan kami bahas yaitu:
1) Apakah
Intelegensi itu.?
2) Bagaimanakah
cara Pengukuran Tingkat
intelegensi,?
3) Apakah
faktor-faktor intelegensi,?
4) Bagaimna
melihat Perkembangan intelegensi?
5) Apakah
Bakat itu,?
6) Apa
sajakah yang menjadi faktor dalam perkembangan bakat.?
C.
Tujuan Masalah
Adapun
tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1)
Mengetahui
Definisi intelegensi.
2) Mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud
dengan tingkat atau ukuran intelegensi.
3) Mengetahui fakto-faktor yang
mempengaruhi perkembagan intelegensi.
4) Mengetahui Perkembangan Intelegensi.
5)
Mengetahui
Definisi Bakat.
6)
Mengetahui
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat.
PEMBAHASAN
A.
INTELEGENSI
1.
Pengertian
Intelegensi
Inteligensi
berasal dari bahasa Latin yaitu intelligentia yang berarti kekuatan akal
manusia.
Intelegensi berarti kecerdasan. Intelegensi adalah kemampuan untuk memperoleh
berbagai informasi abstrak, menalar serta bertindak secara efisien dan efektif.
Intelegensi juga bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
atau produk yang dinilai di dalam satu atau lebih latar budaya. Pola
intelegensi yang berbeda menyatukan perwakilan mental yang berfokus pada
perbedaan individual. Intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah, serta kemampuan mengalahkan menguasai
lingkungan secara efektif (Baharuddin, 2009 : 116).
Menurut
David Wechsler , intelegensi adalah kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang
melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu,
intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan
harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata
yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
(William Stern) Intelegensi merupakan kapasitas atau kecakapan umum
pada individu yang secara sadar untuk menyesuaikan fikirannya pada situasi yang
dihadapi.
Bukan
kemapuan yang seragam, lebih merupakan komponen dari berbagai fungsi, yang
mencakup gabungan kemampuan yang diperlukan untuk bertahan dan maju dalam suatu
kebudayaan. Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara
terarah serta mengolah dan menguasai lingkungannya secara terarah (Anastasi, 1997).
Meskipun
demikian, dari sekian definisi tentang intelegensi yang dirumuskan oleh para
ahli, secara umum dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga klasifikasi
berikut :
1. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan,
beradaptasi dengan situasi-situasi baru atau menghadapi situasi-situasi yang
sangat beragam.
2. Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk
menerima pendidikan.
3. Kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menggunakan konsep-konsep abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan
konsep-konsep (Phares, 1988).
2.
Pengukuran
Intelegensi
Dalam
psikologi, pengukuran intelegensi dilakukan dengan menggunakan alat-alat
psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah Psikotest. Hasil pengukuran
intelegensi biasanya dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu yang dapat
menyataakan tinggi rendahnya intelegensi yang diukur, yaitu IQ (Intellegence
Quotioent). Intelegensi pada setiap anak tidak sama. Untuk mengukur
perbedaan-perbedaan kemampuan individu tersebut, para psikolog telah
mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Dalam hal ini, Alfret Binet
(1857-1911), seorang dokter dan psikolog Perancis, dipandang secara luas
sebagai orang yang paling berjasa dalam mempelopori pengembangan tes
intelegensi ini. [[3]]
Tes
intelegensi yang dirancang Binet ini berangkat dari konsep usia mental (Mental
Age-MA) yang dikembangkannya. Binet menganggap anak-anak yang terbelakang
secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak normal yang
berusia lebih muda. Ia megembangkan norma-norma intelegensi dengan menguji 50
orang anak-anak dari usia 3 hingga 11 tahun yang tidak terbelakang secara
mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara mental juga diuji, dan
performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya sama di
dalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental (MA) dengan usia-usia
kronologis (CA) usia sejak lahir inilah yang digunakan sebagai ukuran
intelegensi. Anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang bodoh
memiliki MA di bawah CA.
Contoh tabel Alfret Binet
(1857-1911).
IQ
|
PERCENT OF THE POPULATION
|
CLASSIFICATION
|
Over 140
130-139
120-129
110-119
100-109
90-99
80-89
70-79
60-69
Bellow 60
|
1
2
8
16
23
23
16
8
2
1
|
Genius
Very superior
…
Superior
Average
…
Dull average
Borderline
Mentally deficient
…
|
William
Stern (1871-1938), seorang psikolog Jerman, kemudian menyempurnakan tes
intelegensi Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang sangat populer hingga
sekarang, yaitu Inteligence Quotient (IQ). IQ menggambarkan intelegensi
sebagai rasio antara usia mental (MA) dan usia kronologis (CA),
dengan rumus :
Angka
100 digunakan sebagai bilangan penggali supaya IQ bernilai 100 bila MA sama
dengan CA. Bila MA lebih kecil dari CA, maka IQ kurang dari 100. Sebaliknya,
jika MA lebih besar dari CA, maka IQ lebih dari 100. Berdasarkan hasil tes
intelegensi yang disebarkan ke sejumlah besar orang, baik anak-anak Maupun
orang dewasa dari usia yang berbeda, ditemukan bahwa intelegensi diukur dengan
perkiraan distribusi normal Binet. Distribusi normal ialah simetris
(mengenai keseimbangan letak unsur ) dengan kasus mayoritas yang berada di
tengah-tengah rentang skor tertinggi dan skor terendah yang tampak pada kedua
titik ekstrim skor. Sebaran atau distribusi intelegensi dari yang terendah
sampai yang tertinggi, dapat dilihat pada tabel klasifikasi IQ.
Dewasa
intelegensi tes-tes telah dipergunakan secara luas untuk menempatkan anak
sekolah ke dalam kelas atau jurusan tertentu, untuk menerima mahasiswa di suatu
perguruan tinggi, untuk menyeleksi calon pegawai negeri sipil, untuk memiliki
individu yang akan ditempatkan pada jabatan tertentu, dan sebagainya.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Intelegensi
1) Pengaruh
faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang
berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka
berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak
saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( +
0,10 – + 0,20 ).
2) Pengaruh
faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh
karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi
seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh
lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat
kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting,
seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya
pada masa-masa peka).
3) Stabilitas
intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum
tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi
itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi).
Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik otak.[[4]]
4) Pengaruh
faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat
dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan
fungsinya.
5) Pengaruh
faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di
luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
6) Minat
dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada
suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia
terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk
berinteraksi dengan dunia luar.
7) Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu
dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.
Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah
sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas
bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang
individu, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut,
karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta
menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.
4. Perkembangan
Intelegensi
Suatu mitos yang bertahan hingga
sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual.
Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa; seiring
dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam intelegensi
umum. Misalnya dalam studi kros-seksional, peneliti menguji orang-orang dari
berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika memberikan tes intelegensi kepada
sampel yang representatif, peneliti secara konsisten menemukan bahwa orang
dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit jawaban yang benar dibanding
orang dewasa yang lebih muda. Oleh karena itu, David Weschler (1972),
menyimpulkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses
penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi menunjukkan bahwa setelah
mencapai puncaknya pada usia antara 18 dan 25 tahun, kebanyakan kemampuan
manusia terus menerus mengalami kemunduran.
Adapun tahapan perkembangan Intelegensi
pada anak adalah sebagai berikut:
a)
Tahap sensori-motor (0-2 tahun)
sebagaimana dikemukakan oleh I.P. Pavlov yang menjadi
pendahulu refleksologi, satu refleks bisa berpindah dan dikembangkan dengan
reflek-reflek lain melalui kondisi-kondisi yang dibuat dari luar (lingkungan)
sebagai inti dasar rangkaian gerak atau perbuatan yang sederhana, terutama pada
gerak motorik.
b)
Tahap berpikir praoperasional (2-7
tahun)
kemampuan mempergunakan simbol. Fungsi simbolik, yakni
kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihat dengan
sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu hal mewakili sesuatu yang tidak ada. Fungsi
simbolik ini bisa nyata atau abstrak. Misalnya pisau yang terbuat dari plastik
adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya.
c)
Tahap berpikir operasional konkret
(7-11 tahun)
Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan
bermacam-macam tugas. Menurut Piaget, anak-anak pada masa operasional
konkret ini bisa melakukan tugas-tugas konservasi dengan baik.
d)
Tahap berpikir operasional formal
(11-15 tahun)
Pada tahap ini, seorang anak memperkembangkan kemampuan
kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak bisa
memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak dan
menduga apa yang akan terjadi.
B.
BAKAT
1.
Definisi Bakat
Bakat mengacu pada
kemampuan khusus ( berg, 2000 ) sepeti menyelesaikan perhitungan
aritmatika, atau mengingat fakta dari informasi yang telah dibaca.
Bakat menurut Chaplin,
kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan di
masa yang akan dating.[[5]]
Bakat berasal dari
hasil interaksi antara karakteristik individu dengan kesempatan belajar di
lingkungan ( Cohen dan Swedlik, 2002 ) . Bakat ini
merepresentasikan informasi dan ketrampilan yang bertahap telah didapatkan.
Menurut Bingham,
kondisi atau sifat-sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk
menerima latihan, atau seperangkat respon seperti kemampuan berbahasa, musik,
dan sebagainya.[[6]]
Jadi dari definisi di atas, bakat dapat
dipahami sebagai kamampuan khusus atau suatu pertanda kemampuan yang sangat
menonjol atau lebih mencolok yang terdapat pada diri seseorang, yang secara
cepat dapat menyelesaikan, merespon dan menerima latihan-latihan, tugas-tugas,
atau hal-hal tertentu. Bila seseorang mengetahui keunggulannya dalam suatu
bidang, maka ia akan terasa lebih mudah dalam memasuki peluangnya artinya;
dalam mempelajari dan mengembangkan bakatnya. Dengan kemampuan bakat, tentu
seseorang akan mempunyai peluang besar untuk meraih keberhasilan pada masa
mendatang.
2.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat
a) Faktor
internal yakni
dari individu sendiri. Misalnya anak itu tidak atau kurang berminat untuk
mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk
mencapai prestasi yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau
masalah pribadi sehingga ia mengalami hambatan dalam pengembangan diri dan
berprestasi sesuai bakatnya.
b) Faktor
eksternal
yaitu lingkungan anak. Contoh, orang tuanya kurang mampu untuk menyediakan
kesempatan dan sarana pendidikan yang ia butuhkan atau orang tua mampu tetapi
perhatian terhadap pendidikan dan bakat anak, bahkan ada orang tua yang
benar-benar tidak mau mendukung bakat anak.
KESIMPULAN
Inteligensi berasal dari bahasa Latin yaitu intelligentia
yang berarti kekuatan akal manusia. Terdapat beragam definisi inteligensi yang
seringkali mengartikannya sebagai kecerdasan, kepandaian, ataupun kemampuan
untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Menurut Chaplin, kemampuan potensial yang
dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan di masa yang akan datang.
Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan atas dasar suatu
bidang yang dikuasai seseorang. Semisal : bakat matematika, bakat bahasa, bakat
seni, bakat music, bakat dokter, dan sebagainya. Adapun fator-faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak adalah dari diri anak sendiri dan dari
lingkungan yang mengelilingi kehidupan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, Panji Dwi. 2011. Jawa
Pos, Metropolis hal 30. Minggu 15 Mei 2011.
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, PT Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2009.
Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan, PT Rosda Karya, Bandung, 2008.
H. Sunarto, B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, PT Rineka Cipta, Jakarta,
1999.
[1] H. Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, PT
Remaja Rosda Karya, Bandung, 2009, Hal.54
[2] Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 5 ayat 4.
[3] Menurut Test Binet-Simon yang
dikembangkan di Prancis sejak tahun 1905 dan direvisi dikembangkan di Stanford
USA mulai tahun 1916 . dikutip oleh H. Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, PT
Remaja Rosda Karya, Bandung, 2009, Hal.59
[6] H. Sunarto, B.
Agung Hartono, Perkembangan
Peserta Didik, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal.116-117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar